pengertian CIDR dan VLSM
Friday, November 30, 2012
- CIDR (Classless Inter-Domain Routing)
merupakan sebuah cara alternatif untuk
mengklasifikasikan alamat-alamat IP berbeda dengan sistem klasifikasi ke dalam
kelas A, kelas B, kelas C, kelas D, dan kelas E. Disebut juga sebagai
supernetting. CIDR merupakan mekanisme routing yang lebih efisien dibandingkan
dengan cara yang asli, yakni dengan membagi alamat IP jaringan ke dalam
kelas-kelas A, B, dan C. Masalah yang terjadi pada sistem yang lama adalah
bahwa sistem tersebut meninggalkan banyak sekali alamat IP yang tidak
digunakan. Sebagai contoh, alamat IP kelas A secara teoritis mendukung hingga
16 juta host komputer yang dapat terhubung, sebuah jumlah yang sangat besar.
Dalam kenyataannya, para pengguna alamat IP kelas A ini jarang yang memiliki
jumlah host sebanyak itu, sehingga menyisakan banyak sekali ruangan kosong di
dalam ruang alamat IP yang telah disediakan. CIDR dikembangkan sebagai sebuah
cara untuk menggunakan alamat-alamat IP yang tidak terpakai tersebut untuk digunakan
di mana saja. Dengan cara yang sama, kelas C yang secara teoritis hanya
mendukung 254 alamat tiap jaringan, dapat menggunakan hingga 32766 alamat IP,
yang seharusnya hanya tersedia untuk alamat IP kelas B.
Blok CIDR IPv4
- VLSM ( Variable Length Subnet Masking )
Vlsm
adalah pengembangan mekanisme subneting, dimana dalam vlsm dilakukan
peningkatan dari kelemahan subneting klasik, yang mana dalam clasik subneting,
subnet zeroes, dan subnet- ones tidak bisa digunakan. selain itu, dalam subnet
classic, lokasi nomor IP tidak efisien.
Jika proses subnetting yang menghasilkan beberapa subjaringan dengan jumlah host yang sama telah dilakukan, maka ada kemungkinan di dalam segmen-segmen jaringan tersebut memiliki alamat-alamat yang tidak digunakan atau membutuhkan lebih banyak alamat. Karena itulah, dalam kasus ini proses subnetting harus dilakukan berdasarkan segmen jaringan yang dibutuhkan oleh jumlah host terbanyak. Untuk memaksimalkan penggunaan ruangan alamat yang tetap, subnetting pun diaplikasikan secara rekursif untuk membentuk beberapa subjaringan dengan ukuran bervariasi, yang diturunkan dari network identifier yang sama. Teknik subnetting seperti ini disebut juga variable-length subnetting. Subjaringan-subjaringan yang dibuat dengan teknik ini menggunakan subnet mask yang disebut sebagai Variable-length Subnet Mask (VLSM).
Karena semua subnet diturunkan dari network identifier yang sama, jika subnet-subnet tersebut berurutan (kontigu subnet yang berada dalam network identifier yang sama yang dapat saling berhubungan satu sama lainnya), rute yang ditujukan ke subnet-subnet tersebut dapat diringkas dengan menyingkat network identifier yang asli.
Teknik variable-length subnetting harus dilakukan secara hati-hati sehingga subnet yang dibentuk pun unik, dan dengan menggunakan subnet mask tersebut dapat dibedakan dengan subnet lainnya, meski berada dalam network identifer asli yang sama. Kehati-hatian tersebut melibatkan analisis yang lebih terhadap segmen-segmen jaringan yang akan menentukan berapa banyak segmen yang akan dibuat dan berapa banyak jumlah host dalam setiap segmennya.
Jika proses subnetting yang menghasilkan beberapa subjaringan dengan jumlah host yang sama telah dilakukan, maka ada kemungkinan di dalam segmen-segmen jaringan tersebut memiliki alamat-alamat yang tidak digunakan atau membutuhkan lebih banyak alamat. Karena itulah, dalam kasus ini proses subnetting harus dilakukan berdasarkan segmen jaringan yang dibutuhkan oleh jumlah host terbanyak. Untuk memaksimalkan penggunaan ruangan alamat yang tetap, subnetting pun diaplikasikan secara rekursif untuk membentuk beberapa subjaringan dengan ukuran bervariasi, yang diturunkan dari network identifier yang sama. Teknik subnetting seperti ini disebut juga variable-length subnetting. Subjaringan-subjaringan yang dibuat dengan teknik ini menggunakan subnet mask yang disebut sebagai Variable-length Subnet Mask (VLSM).
Karena semua subnet diturunkan dari network identifier yang sama, jika subnet-subnet tersebut berurutan (kontigu subnet yang berada dalam network identifier yang sama yang dapat saling berhubungan satu sama lainnya), rute yang ditujukan ke subnet-subnet tersebut dapat diringkas dengan menyingkat network identifier yang asli.
Teknik variable-length subnetting harus dilakukan secara hati-hati sehingga subnet yang dibentuk pun unik, dan dengan menggunakan subnet mask tersebut dapat dibedakan dengan subnet lainnya, meski berada dalam network identifer asli yang sama. Kehati-hatian tersebut melibatkan analisis yang lebih terhadap segmen-segmen jaringan yang akan menentukan berapa banyak segmen yang akan dibuat dan berapa banyak jumlah host dalam setiap segmennya.
Dengan
menggunakan variable-length subnetting, teknik subnetting dapat dilakukan
secara rekursif: network identifier yang sebelumnya telah di-subnet-kan,
di-subnet-kan kembali. Ketika melakukannya, bit-bit network identifier tersebut
harus bersifat tetap dan subnetting pun dilakukan dengan mengambil sisa dari
bit-bit host.
Tentu
saja, teknik ini pun membutuhkan protokol routing baru. Protokol-protokol
routing yang mendukung variable-length subnetting adalah Routing Information
Protocol (RIP) versi 2 (RIPv2), Open Shortest Path First (OSPF), dan Border
Gateway Protocol (BGP versi 4 (BGPv4). Protokol RIP versi 1 yang lama, tidak
mendukungya, sehingga jika ada sebuah router yang hanya mendukung protokol
tersebut, maka router tersebut tidak dapat melakukan routing terhadap subnet
yang dibagi dengan menggunakan teknik variable-length subnet mask.
Perhitungan
IP Address menggunakan metode VLSM adalah metode yang berbeda dengan memberikan
suatu Network Address lebih dari satu subnet mask. Dalam penerapan IP Address
menggunakan metode VLSM agar tetap dapat berkomunikasi kedalam jaringan
internet sebaiknya pengelolaan networknya dapat memenuhi persyaratan :
1. Routing protocol
yang digunakan harus mampu membawa informasi mengenai notasi prefix untuk
setiap rute broadcastnya (routing protocol : RIP, IGRP, EIGRP, OSPF dan
lainnya, bahan bacaan lanjut protocol routing : CNAP 1-2),
2.
Semua perangkat router yang digunakan dalam jaringan harus mendukung
metode VLSM yang menggunakan algoritma penerus packet informasi.
Penerapan
VLSM
Contoh 1:
130.20.0.0/20
Kita
hitung jumlah subnet terlebih dahulu menggunakan CIDR, maka
didapat
11111111.11111111.11110000.00000000
= /20
Jumlah
angka binary 1 pada 2 oktat terakhir subnet adalah4 maka
Jumlah
subnet = (2x) = 24 = 16
Maka blok
tiap subnetnya adalah :
Blok
subnet ke 1 = 130.20.0.0/20
Blok
subnet ke 2 = 130.20.16.0/20
Blok
subnet ke 3 = 130.20.32.0/20
Dst…
sampai dengan
Blok
subnet ke 16 = 130.20.240.0/20
Selanjutnya
kita ambil nilai blok ke 3 dari hasil CIDR yaitu 130.20.32.0 kemudian :
- Kita
pecah menjadi 16 blok subnet, dimana nilai16 diambil dari hasil
perhitungan
subnet
pertama yaitu /20 = (2x) = 24 = 16
-
Selanjutnya nilai subnet di ubah tergantung kebutuhan untuk pembahasan ini kita
gunakan /24, maka didapat 130.20.32.0/24 kemudian diperbanyak menjadi 16 blok
lagi sehingga didapat 16 blok baru yaitu :
Blok
subnet VLSM 1-1 = 130.20.32.0/24
Blok
subnet VLSM 1-2 = 130.20.33.0/24
Blok
subnet VLSM 1-3 = 130.20.34.0/24
Blok
subnet VLSM 1-4 = 130.20.35.0/24
Dst…
sampai dengan
Blok
subnet VLSM 1-16 = = 130.20.47/24
-
Selanjutnya kita ambil kembali nilai ke 1 dari blok subnet VLSM 1-1 yaitu
130.20.32.0
kemudian kita pecah menjadi 16:2 = 8 blok subnet lagi, namun oktat ke 4 pada
Network ID yang kita ubah juga menjadi8 blok kelipatan dari 32 sehingga didapat
:
Blok
subnet VLSM 2-1 = 130.20.32.0/27
Blok
subnet VLSM 2-2 = 130.20.32.32/27
Blok
subnet VLSM 2-3 = 130.20.33.64/27
Blok
subnet VLSM 2-4 = 130.20.34.96/27
Blok
subnet VLSM 2-5 = 130.20.35.128/27
Blok
subnet VLSM 2-6 = 130.20.36.160/27
Blok
subnet VLSM 2-1 = 130.20.37.192/27
Blok
subnet VLSM 2-1 = 130.20.38.224/27
Contoh 2:
Diberikan
Class C network 204.24.93.0/24, ingin di subnet dengan kebutuhan berdasarkan
jumlah host: netA=14 hosts, netB=28 hosts, netC=2 hosts, netD=7 hosts, netE=28
hosts. Secara keseluruhan terlihat untuk melakukan hal tersebut di butuhkan 5
bit host(2^5-2=30 hosts) dan 27 bit net, sehingga:
netA
(14 hosts): 204.24.93.0/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 16 hosts
netB (28 hosts): 204.24.93.32/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 2 hosts
netC ( 2 hosts): 204.24.93.64/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 28 hosts
netD ( 7 hosts): 204.24.93.96/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 23 hosts
netE (28 hosts): 204.24.93.128/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 2 hosts
netB (28 hosts): 204.24.93.32/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 2 hosts
netC ( 2 hosts): 204.24.93.64/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 28 hosts
netD ( 7 hosts): 204.24.93.96/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 23 hosts
netE (28 hosts): 204.24.93.128/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 2 hosts
Dengan
demikian terlihat adanya ip address yang tidak terpakai dalam jumlah yang cukup
besar. Hal ini mungkin tidak akan menjadi masalah pada ip private akan tetapi
jika ini di alokasikan pada ip public(seperti contoh ini) maka terjadi
pemborosan dalam pengalokasian ip public tersebut.
Untuk mengatasi hal ini (efisiensi) dapat digunakan metoda VLSM, yaitu dengan cara sebagai berikut:
Untuk mengatasi hal ini (efisiensi) dapat digunakan metoda VLSM, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Buat urutan
berdasarkan penggunaan jumlah host terbanyak (14,28,2,7,28 menjadi
28,28,14,7,2).
2. Tentukan blok
subnet berdasarkan kebutuhan host:
28 hosts + 1 network + 1 broadcast = 30 –> menjadi 32 ip ( /27 )
14 hosts + 1 network + 1 broadcast = 16 –> menjadi 16 ip ( /28 )
7 hosts + 1 network + 1 broadcast = 9 –> menjadi 16 ip ( /28 )
2 hosts + 1 network + 1 broadcast = 4 –> menjadi 4 ip ( /30 )
28 hosts + 1 network + 1 broadcast = 30 –> menjadi 32 ip ( /27 )
14 hosts + 1 network + 1 broadcast = 16 –> menjadi 16 ip ( /28 )
7 hosts + 1 network + 1 broadcast = 9 –> menjadi 16 ip ( /28 )
2 hosts + 1 network + 1 broadcast = 4 –> menjadi 4 ip ( /30 )
Sehingga
blok subnet-nya menjadi:
netB (28 hosts): 204.24.93.0/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 2 hosts
netE (28 hosts): 204.24.93.32/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 2 hosts
netA (14 hosts): 204.24.93.64/28 => ada 14 hosts; tidak terpakai 0 hosts
netD ( 7 hosts): 204.24.93.80/28 => ada 14 hosts; tidak terpakai 7 hosts
netC ( 2 hosts): 204.24.93.96/30 => ada 2 hosts; tidak terpakai 0 hosts
netB (28 hosts): 204.24.93.0/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 2 hosts
netE (28 hosts): 204.24.93.32/27 => ada 30 hosts; tidak terpakai 2 hosts
netA (14 hosts): 204.24.93.64/28 => ada 14 hosts; tidak terpakai 0 hosts
netD ( 7 hosts): 204.24.93.80/28 => ada 14 hosts; tidak terpakai 7 hosts
netC ( 2 hosts): 204.24.93.96/30 => ada 2 hosts; tidak terpakai 0 hosts
Sumber:
http://compnetworking.about.com/od/workingwithipaddresses/a/subnetmask.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Subnet_mask
http://elearning.amikom.ac.id/index.php/download/materi/190302010-DT037-21/Subneting.ppt
http://coretanardian.blogspot.com/2012/03/pengertian-cidr-dan-vlsm.html